Inilah Berbagai Cara Kristenisasi yang Dilakukan
di Indonesia
Artikel yang panjang ini bukan
saya yang menulis, tetapi didapatkan dari sebuah website yang sudah tidak aktif
lagi saat ini. Adapun artikel ini telah lama saya simpan (kemungkinan tahun penerbitan artikel ini
tahun 2002) dan kebetulan saya menemukannya
kembali untuk dipublikasi. Semoga bermanfaat untuk membentengi diri kita dari
pemurtadan. :)
Berbagai cara ditempuh untuk
melancarkan proyek kristenisasi. Ada yang memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku
haji, sampai upaya memurtadkan kiai ternama. Ada pula tokoh Muslim yang
“mendukung” kristenisasi.
Kawin antar-agama hanyalah
salah satu cara kristenisasi. Lainnya, banyak. Menurut kristolog Abu Deedat
Shihab, kaum misionaris dan zending perlu menempuh berbagai macam cara karena
selama ini merasa gagal. Kini, kristenisasi lebih diprioritaskan untuk
menjauhkan ummat Islam dari agama, baru kemudian memurtadkannya. Abu Deedat
merujuk pada Al-Quran Surat Al-Baqarah: 109, “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan
agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman…”
Juga Al-Baqarah: 120, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
Sinyalemen Al-Quran itu memang
benar. Dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang
Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, “Misi utama
kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun
mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq
sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru
yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah,
generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.”
Plesetan Al-Qur’an
Al-Quran, sebagai tuntunan
hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai sarana kristenisasi. Tentu saja
bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu. Salah satunya adalah The True Furqan,
yang sempat beredar di internet dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei
lalu. Dalam Al-Quran buatan Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama
Al-Iman, At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji
Yesus.
Selain ada Al-Quran palsu, juga
bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. “Cara ini yang
sekarang paling banyak terjadi. Pemberian Indomie atau bantuan uang sudah tidak
manjur lagi,” tutur Abu Deedat.
Kenapa cara itu ditempuh? Dalam
wawancara dengan majalah Jemaat Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad
Nurdin —Muslim murtad— menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus
seperti merpati. “Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian
disalurkan kepada umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku
seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang
hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati
seperti untuk Suradi dan Poernama,” ujarnya. Dua nama terakhir adalah pendeta yang
divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena menghina agama Islam.
Buku-buku Nurdin laku keras.
Dalam tiga tahun, 5000 eksemplar ludes. Hasilnya, menurut penuturan Wakil
Gembala Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI) Rawamangun Jakarta ini,
banyak orang Islam yang akhirnya menerima Yesus alias murtad. “Bahkan ada yang
menjadi penginjil.”
Contoh buku karangan Nurdin
adalah Ash-Shadiqul Masdhuq (Kebenaran yang Benar), As-Sirrullahil Akbar
(Rahasia Allah yang Paling Besar), dan Ayat-ayat Penting dalam Al-Quran.
Selain buku, juga bermunculan
brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat. Judul yang dipilih pun seolah-olah
Islami.
Misalnya “Allahu Akbar Maulid
Nabi Isa as”, “Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil”, dan
“Siapakah yang Bernama Allah itu?” Bertebaran pula stiker kaligrafi Arab yang
isinya pujian kepada Yesus.
Buku dan brosur itu diterbitkan
oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan Christian Center Nehemia Jakarta,
Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah (YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat
kepada Shiraathal Mustaqiim.
Anak-anak sekolah juga menjadi
sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah
mendapat surat berisi komik anak-anak dari sebuah lembaga yang menamakan diri
Klab17. Di bagian awal, komik itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di
bagian akhir ada pernyataan, “Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai
juruselamat saya.”
Mengaku Mantan Haji
Bidang kesehatan juga dibidik.
Ini antara lain dialami keluarga Hartono, warga Kupang, Surabaya. Istrinya,
Jam’iyah, sakit dan dirawat di RS RKZ Surabaya. Biaya yang harus dikeluarkan
selangit sehingga Hartono yang cuma bekerja sebagai mandor kontraktor
kebingungan. Datang misionaris menawarkan bantuan biaya pengobatan. Namun ada
syaratnya: masuk Kristen. Hartono terpikat. Suami istri itupun akhirnya menjadi
penganut Kristen.
Cara yang cukup sulit
diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat atau kebiasaan komunitas
Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang menyanyikan puji-pujian kepada
Yesus.
Hal serupa juga dilakukan
jemaat Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul
Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai sajadah, dan
mendendangkan qasidah.
Duta-duta Injil (begitu
kalangan Kristen menyebutnya —red) juga berani mengaku sebagai mantan ustadz,
bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti
itu direkam dalam kaset dan diedarkan di tengah masyarakat.
Misalnya di Cirebon, murtadin
Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku
sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk Kristen setelah
mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang
dipakai untuk kesaksian itu palsu.
Ada lagi Ev Hj Christina
Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu Nonot, pemberita Injil dengan
memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir Koja, Bandung. Mengaku pernah
berkali-kali menunaikan ibadah haji. Menurut penuturan Sumarsono, mantan
suaminya, Sutini tidak pernah belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak
pernah shalat. Memang dia pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji
tetapi menjadi TKW.
Banyak lagi kaset-kaset yang
berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya kesaksian HA Poernama Winangun alias H
Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon
Irma F Intan Duana, dan Ev Paulus Marsudi.
Sekolah dan Tawaran Kerja
Biaya sekolah yang kian mahal
juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Mereka mendirikan sekolah
(yang seolah-olah) Islam, seperti Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang
dikelola Yayasan Misi Global Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi
(STT) Apostolos Jakarta, yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.
Lapangan kerja juga menjadi
lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan misionaris Robert Antony Adam dan
Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika
Serikat yang terang-terangan mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123
orang Minang, dengan bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry
Unit (GPFU). Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun
silam, menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala
super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala, dan
kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau dapat
gratisan, bisa saja. “Asal masuk Kristen,” ujar Masrizal, aktivis dakwah di
Pesisir Selatan. Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan
karena terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera
dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.
Kasus serupa terjadi di Bekasi.
Bulan April lalu terbongkar praktik kristenisasi berbungkus lapangan kerja.
Sekitar 50 orang Muslim asal Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan
dipekerjakan dan diberi beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. “Tapi setelah
sampai di sini, mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta
Edi Sapto,” ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam
acara konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.
Warga Muslim itu disekap,
didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka
juga diwajibkan memelihara babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas
tanah seluas 5 hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu
digerebeg warga dan aparat.
Dukungan Tokoh “Muslim” Liberal
(JIL)
Proyek kristenisasi ternyata
mendapat `dukungan’ dari beberapa orang yang sering disebut cendekiawan Muslim.
Tokoh-tokoh ini memperkenalkan paham liberalisme dan pluralisme yang kerap
mengusung slogan `membangun dunia baru’, dengan penyatuan agama dan melepaskan
fanatisme agama. Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA. Gagasan
pluralnya antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis
Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah
Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia. Di situ Said Agil menulis bahwa KOS
tidak berbeda dengan Islam. Secara al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah
adalah Tuhan sekalian alam yang harus disembah. Secara al’uluhiyyah, telah
mengikrarkan Laa ilaha ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan
ketauhidannya. Jadi dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak
jauh berbeda dengan Islam. Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika
dalam Islam (Sunni) kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui
Muhammad) dalam bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma
(tajassud) dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus).
Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk dalam
teologi Islam. “Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk penghancuran
aqidah,” timpal Abu Deedat.
Tokoh lainnya adalah DR
Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman, Cak
Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa Almasih menyebut kitab Injil sebagai
Perjanjian Baru berdampingan dengan kitab Taurat yang mereka sebut sebagai
Perjanjian Lama. Kaum Yahudi tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya,
menolak ide Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran
mengakui keabsahan keduanya sekaligus. Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat
menyebut pendapat Cak Nur itu sebagai upaya pendangkalan aqidah. “Para pengikut
Nabi Isa as (kaum Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab
Perjanjian Baru. Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab
Perjanjian Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah Perjanjian
Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat bertentangan dengan
ajaran Nabi Isa itu sendiri,” katanya.
Selain kedua tokoh di atas, Abu
Deedat juga memasukkan Alwi Shihab sebagai tokoh pluralis. Sementara Adian
Husaini dalam Islam Liberal menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen
Universitas Paramadina (Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi
As-Syaukanie), dosen UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali,
Nasaruddin Umar), dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan
Islam Liberal.
Menurut Adian yang juga anggota
Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI, melalui pluralisme, ummat Islam
diprovokasi agar melapaskan aqidahnya. Tidak lagi meyakini agamanya saja yang
benar, dan kemudian diajak untuk mengakui bahwa agama Kristen juga benar.
“Teologi pluralis sebenarnya adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan
dengan imbauan Paus Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan,”
ujarnya.
Kaum Kristen juga tak
segan-segan “menyerang” tokoh-tokoh Muslim yang dikenal sebagai pejuang
tegaknya syariat Islam. Misalnya KH Kholil Ridwan (Ketua Badan Kerjasama Pondok
Pesantren Indonesia) dan KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan
As-Syafiiyah, Jakarta).
Sekitar 5 bulan lalu, keduanya
mendapat kiriman brosur dari STT Apostolos. “Isinya tidak secara langsung
mengajak kepada agama Kristen, namun mengajak saya agar masuk ke dalam
Apostolos. Itu artinya Apostolos mengajak saya untuk masuk ke dalam agama
Kristen,” kata Abdul Rasyid.
Abdul Rasyid segera melaporkan
kejadian itu kepada aparat, sebab cara itu sudah melanggar ketentuan hukum,
yakni larangan mengajak ummat suatu agama untuk masuk ke agama lain. Kemudian
ada pemberitahuan dari aparat bahwa pihak Apostolos melalui Pdt Yusuf Roni
membantah telah mengirim surat dan brosur itu.
“Terlepas dari benar tidaknya
bantahan itu, yang jelas apa yang saya alami merupakan indikasi bahwa sasaran
kristenisasi tidak hanya kalangan akar rumput, tapi juga ulama dan tokoh
masyarakat,” ujar Abdul Rasyid.
Yerikho 2000 dan Doa 2002
Misi Kristen di Indonesia
didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar, di antaranya melibatkan
konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos Grup Lippo). Seperti terungkap
di majalah Fortune (16 Juli 2001), James berencana membangun seribu sekolah di
desa-desa miskin di Indonesia. James bekerjasama dengan Pat Robinson
(misionaris dunia) juga akan mendirikan organisasi jaringan umat
Kristiani. Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung
cita-cita besar James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo,
belanja di Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke
RS Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan
Asuransi Lippo.
Indonesia memang akan dijadikan
pusat perkembangan Kristen di Asia Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae
dari The Lord Familly Church Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission
Singapore dan Galilea Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni
1998). Sejauh mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang
pasti, data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari
90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999).
Keberhasilan itu berkat kerja
keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62 misionaris asing, dan
421 misionaris lintas kultural (data dari Operation World 2001 yang dihimpun
India Missions Association, Japan Evangelical Assocation, dan Korea Research
Institute for Missions).
Salah satu lembaga yang gencar
melaksanakan kristenisasi adalah Doulos World Mission (DWM). Saat ini DWM
sedang melaksanakan Proyek Yerikho 2000, yaitu program pengkristenan wilayah
Jawa Barat, dengan sentra kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.
Proyek ini bertujuan
“mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan menyongsong abad XXI”. Menurut
Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah
“paling gelap” di Indonesia dan sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis
DWM bertekad, “Kita harus merebut tanah Pasundan bagi Kristus.”
Yerikho 2000 juga digerakkan di
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM berada di kawasan Rawamangun (Jakarta
Timur) dan Tangerang (Banten).
Program lainnya adalah Doa
2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19 Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002.
Secara khusus program ini menyebut beberapa komunitas Muslim sebagai objek
kristenisasi. Di antaranya adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu
Riau, Betawi, Aceh, Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda,
dan Papua. Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa
Bangsa-Bangsa yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.
Muslim Betawi misalnya, harus
didoakan oleh segenap orang Kristen pada tanggal 9 November 2001 lalu. Itu
perlu dilakukan agar hati Bapa mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain
itu, agar Bapa mengutus duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan
kesenian Betawi, literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan
kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku
Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan
wanita.
Secara khusus, orang Kristen
mendoakan Presiden Megawati dan beberapa pemimpin dunia. Harapannya, agar
Megawati (dan para pemimpin) mendapat pewahyuan tentang Ketuhanan Yesus dan
keluarganya datang mengenal Kristus.
Duta-duta Injil juga sedang
menggencarkan ritual Doa 5 Patok. Yakni meningkatkan doa 5 kali sehari dengan
pelaksanaan minimal 30 menit lebih awal sebelum waktu shalat (bagi orang
Islam). Tujuannya adalah untuk mengadakan penghadangan ruhani sekaligus
pembersihan atmosfir ruhani agar kaum Muslimin dapat menerima Yesus.
Ritualnya dilaksanakan sebelum
waktu shalat ummat Islam, yakni subuh (mulai 03.15-selesai), pagi
(10.30-selesai), siang (14.00-selesai), sore (17.00-selesai), dan malam
(18.00-selesai). Pada Kamis malam, dilakukan doa semalaman dan peperangan
ruhani sambil berkeliling kota/lokasi tertentu. Awas, hati-hati!• (ahmad, dodi nurja,
amz, pam)
Kristenisasi melalui
kesaksian-kesaksian Palsu via mantan muslim (murtadin) palsu
Tahun 1974, GPIB Maranatha
Surabaya digegerkan oleh kasus pelecehan agama oleh Pendeta Kernas Abubakar
Masyhur Yusuf Roni. Dalam ceramahnya, sang pendeta itu mengaku ngaku sebagai
mantan kiyai, alumnus Universitas Islarn Badung dan pernah menjadi juri MTQ
Internasional. Dia tafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara sangat ngawur. Kaset
rekaman ceramah tersebut kemudian diedarkan secara luas kepada umat Islam.
Setelah diusut tuntas, ternyata
pengakuan pendeta itu hanyalah bohong belaka Yusuf Roni teryata tidak bisa baca
Al-Qur’an. Dengan kebohongannya itu, Pendeta Pembohong Yusuf Roni diganjar
penjara 7 tahun di Kalisosok, Surabaya.
Ketika orang sudah banyak
melupakan kasus pelecehan Yusuf Roni, di Jakarta muncul pelecehan plus seribu
dusta yang baru. Seseorang yang menamakan dirinya Pendeta Hagai Ahmad Maulana
mengaku sebagai putra kandung kesayangan KH. Kosim Nurzeha. Ceramahnya di
gereja pun beredar luas di kalangan masyarakat. Setelah diselidiki, terkuaklah
kebohongan besar pendeta Hagai Ahmad Maulana. Sebab belum pernah istri KH.
Kosim Nurzeha melahirkan Ahmad Maulana.
Di Padang, trik yang sama
dipakai untuk menggoyang akidah umat. Seseorang yang menamakan dirinya Pendeta
Willy Abdul Wadud Karim Amrullah, namanya menjadi naik daun di dunia pemurtadan
Kristenisasi, setelah mangaku adik kandung ulama besar pakar tafsir, Yang Mulia
Almarhum Buya Hamka.
Orang awam banyak yang percaya
tanpa cek dan ricek. Langsung yakin begitu saja dengan pengakuan bahwa adik
kandung Buya Hamka itu sudah murtad ke Kristen.
Setelah diselidiki, ternyata
pengakuan itu adalah kebohongan yang sangat besar. Salah seorang putra Buya
Hamka menyatakan bahwa sepanjang hayatnya, dia tidak pernah punya paman yang
namanya Willy Abdul Wadud Karim Amarullah.
Di Cirebon, murtadin Danu
Kholil Dinata Ev. Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alis Amin Al
Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk
Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Setelah
dilacak, ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian adalah PALSU.
Para murtadin pembohong lainnya
adalah Drs. H. A. Poernomo Winangun alias Drs. H. Amos, Ev Hj. Christina
Fatimah alias Tin Rustini (nama asli dikampung Sutini alias Bu Nonot, Pdt. Rudy
Muhammad Nurdin, Pdt. M. Mathius, Pdt. Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F.
Intan Duana Paken Nata Sastranagara (Ev. Ivone Felicia IDp.). Mengaku telah
mengkristenkan 60 kiyai Banden, dll.
Perlawanan oleh Abu Deedat
Shihabuddin MH, Ahli Kristologi
“Kasus Terbanyak, Pemuda
Kristen Hamili Gadis Muslimah” Pertengahan bulan lalu, harian Republika
menurunkan laporan tentang puluhan sekolah agama di Yogyakarta dan Temanggung
yang tidak mau menyelenggarakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) untuk
pelajaran agama bagi siswa-siswa beragama lain di sekolah itu. Padahal sudah
ada ketentuan hukum yang mengatur hal itu secara tegas yakni Surat Keputusan Bersama
(SKB) No. 2/U/SKB/2001.
Namun, SKB yang ditandatangani
oleh Mendiknas, Mendagri dan Menag itu sengaja mereka abaikan. Alasan mereka,
mengutip pernyataan sejumlah pejabat Diknas setempat, mereka ingin menjaga
kekhasan sebagai sekolah agama. Bahkan beberapa yayasan pengelola
sekolah-sekolah tersebut secara tegas menolak SKB itu karena ingin mengemban
misi tertentu untuk kepentingan agama mereka (Republika, 12/6).
Menanggapi berita tersebut,
da’i dan Kristolog (ahli tentang Kristen), Abu Deedat Shihabuddin MH
berkomentar enteng. Menurutnya, itu tidak aneh dan belum seberapa gawat, karena
sebetulnya masih banyak bentuk-bentuk pembangkangan mereka lainnya yang lebih
parah. Yang aneh, bagi Sekjen Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan (FAKTA) itu,
justru sikap harian tersebut yang tidak mau secara tegas mengatakan bahwa
sekolah-sekolah itu tidak lain adalah sekolah-sekolah Kristen. “Mengapa mesti
takut,” tanyanya heran.
Sebagai seorang kristolog,
ustadz yang biasa dipanggil Abud oleh rekan-rekan seprofesinya itu, memang
bukan hanya menguasai disiplin ilmu tentang agama Kristen secara mendalam. Tapi
ia juga banyak tahu tentang seluk-beluk dan kiprah licik para misionaris
Kristen dalam memurtadkan kaum Muslimin.
Maklum, pria berkaca mata tebal
ini sering menangani berbagai kasus pemurtadan di berbagai daerah, baik berupa
advokasi maupun terapi langsung. Selain itu Abud juga kerap melakukan
investigasi langsung ke ‘garis belakang’ untuk memperoleh data. Jadi wajar
kalau ia tahu banyak.
Sudah banyak murtadin yang
terselamatkan kembali ke pangkuan Islam setelah diterapi Abud. Uniknya, para
pasien yang ditangani mubaligh kalem ini bukan hanya dari kalangan Muslim KTP
saja. Tapi juga ada yang justru berasal dari kalangan santri. Misalnya, anak
seorang kyai asal Salatiga yang selain dimurtadkan juga dihamili oleh seorang
aktivis gereja. “Ini bukti bahwa gerakan pemurtadan memang semakin hebat dan
terencana serius,” jelasnya prihatin.
Melalui Abud juga, sejumlah
pendeta dan aktivis gereja kembali berdiri di bawah panji Syahadat. Mereka
mengakui kekeliruan yang ada pada ajaran mereka setelah berdebat panjang dengan
Abud. “Bahkan, ada salah satu pendeta setelah berdebat di rumah saya membanting
Injilnya karena kesal,” cerita pria yang kutubuku ini.
Di tengah kesibukannya keliling
daerah untuk mengisi ceramah, seminar dan pelatihan tentang antisipasi gerakan
pemurtadan (harakatul irtidad), mantan aktivis PII ini berkenan meluangkan
waktunya untuk diwawancarai Suara Hidayatullah. Di ruang tamu rumahnya yang
sempit, karena dipenuhi ribuan buku serta pakaian, sendal dan sepatu, barang
dagangan istrinya, Abud menerima Deka Kurniawan dan reporter lepas
Hidayaturrahman.
Berikut petikan wawancara Abu
Deedat:
Anda begitu mendalami dunia
Kristen. Pernahkah terbersit di hati Anda untuk masuk Kristen?
Tidak ada keinginan untuk masuk Kristen walaupun saya sudah banyak
sekali membedah Bibel. Justru keyakinan saya terhadap kebenaran Islam semakin
kuat, karena setiap saya membaca Bibel selalu ada perbedaan redaksi dalam
setiap edisi cetakannya. Misalnya dalam edisi lama ada istilah Tuhan. Tapi di
edisi baru pada tempat yang sama ditulis Tuan. Begitu juga istilah Babi diganti
menjadi Babi Hutan.
Abud mengoleksi 49 kitab Injil
modern dan klasik, termasuk Injil dalam sejumlah bahasa daerah yakni Jawa,
Minang dan Sunda. Sebagian besar didapatnya secara cuma-cuma dari diskusi yang
dilakukannya bersama pendeta. Selebihnya didapat dari hasil investigasi dan
membeli di pasar loak.
Setelah sekian lama menggeluti
ajaran Kristen, apakah Anda menemukan sisi positifnya?
Al-Quran sendiri menyatakan, telah terjadi percampuradukan antara
yang benar dan yang batil dalam ajaran ahlul kitab. Ini berarti menunjukkan ada
juga kebenarannya. Hanya saja memang madu dan racun itu sudah digabung menjadi
satu. Seperti ayat-ayat tauhid dalam Markus pasal 12 ayat 25 Yesus berkata,
“Dengarlah wahai Bani Israel Tuhan kita dalah Tuhan Esa.” Ini menunjukkan Tuhan
mereka adalah esa disamping memang ajaran mereka khusus hanya kepada golongan
Bani Israel. Tapi ada juga racunnya, apa yang dikatakan Paulus dalam Roma pasal
9 ayat 5 misalnya, “Yesus adalah Allah yang harus disembah.” Datanglah ayat
Al-quran sebagai korektor bagi mereka, misalnya surah Al-Maidah ayat 72
menyebutkan, “Telah kafir orang yang mengatakan al-Masih adalah Tuhan.”
Makanya, kalau kita berinteraksi dengan para aktivis Kristen kita jangan hanya
mengatakan kitab Injil sudah tidak asli atau palsu, lebih baik kita tunjukkan
yang menyimpang dan salah pada Injil tersebut.
Apa yang menyebabkan kaum
Nasrani tidak menyadarinya?
Di samping kekuatan dana, mereka ada dogma, bahwa apapun yang
terjadi apakah ajaran itu rasional atau tidak, harus diterima karena ia
merupakan firman Tuhan. Dan ditanamkan kepada mereka hanya orang Kristen saja
yang selamat, yang lain tidak selamat dan harus diselamatkan. Misi inilah yang
membuat mereka agresif untuk melakukan pemurtadan. Apalagi misi itu didukung
dengan fasilitas yang cukup. Mereka tidak lagi memikirkan urusan kebutuhan
keluarga, karena sudah dijamin. Lain dengan dai-dai kita yang dikirim ke
pelosok paling hanya digaji Rp 50.000-150.000 per bulan.
Apa yang membuat mereka
menerima dogma tersebut, sehingga mereka tetap menjadi umat terbesar?
Secara umum orang ingin mencari yang gampang. Dan di Kristen itu memang
gampang. Kalau melakukan tindakan yang tidak berakhlaq tidak ada masalah karena
nantinya akan diampuni juga, dan cukup hanya sekali seminggu datang ke gereja.
Paulus mengatakan dalam Roma pasal 5 ayat 20, “Semakin banyak dosa semakin
melimpah kurnia Tuhan.”
Makanya di Barat kita ketahui kehidupan mereka rusak, terutama
dalam kebebasan seks. Dan kerusakan itu mengacu kepada ajaran Bibel yang memang
banyak memuat cerita-cerita porno yang vulgar. Misalnya diceritakan bagaimana
Nabi Daud sebagai orang yang rusak moralnya menghamili Batseba istri Uria.
Begitu pula Nabi Luth diceritakan menghamili anaknya sendiri. Makanya, Jasmen
Alfa, seorang Sosiolog Kristen, mengatakan Bibel itu jangan sampai dibaca
anak-anak, lebih baik ia dimasukkan ke dalam peti besi, kemudian petinya
dikunci dan kuncinya dibuang ke laut.
Bagaimana reaksi mereka bila
mendengar hal itu dari Anda?
Mereka membenarkan dan meyakini kebenaran cerita persundelan itu.
Misalnya sebuah acara di televisi pernah menampilkan dua orang pelacur yang menjadi
germo kemudian bertaubat menjadi hamba Tuhan. Saya sampaikan bahwa cerita ini
mirip dengan apa yang ada dalam Bibel. Pembawa acara yang Kristen itu kemudian
membenarkan. Kemudian saya balikkan, berarti Yesus anak pezina karena dalam
Matius ayat 1 dan seterusnya menceritakan bahwa silsilah keturunan Yesus
bertemu dengan raja Daud yang menzinai Batseba. Tapi telepon saya akhirnya
ditutup.
Kalau sudah mentok biasanya apa
yang mereka lakukan?
Ada yang jujur dan mengatakan ini PR buat saya. Ada yang tidak
jujur dengan cara menghindar dan lari ke masalah lain. Maka kalau debat dengan
mereka jangan beri kesempatan buat beralih pembicaraan.
Mereka meyakini semua orang berdosa dari Adam sampai manusia
kemudian, kecuali Yesus yang tidak berdosa. Inilah sebenarnya skenario Paulus
menjalankan misinya, yang membuat citra bahwa Yesus itu juru selamat.
Apakah Anda hafal Injil
sehingga fasih menyebutkan ayat demi ayat?
Tidak hafal. Hanya tahu saja.
Selama beraktivitas di bidang
ini Anda sudah terjun kemana?
Seluruh wilayah Jawa Timur sudah, begitu pula Jawa Tengah dan
Sumatera juga serta Kalimantan. Program ke depan adalah Irian dan Sulawesi.
Kalau ini sudah berarti semua pulau besar sudah. Jadwal terbang Abud memang
padat. Ketika kami menemuinya seusai berkhutbah Jumat di sebuah perkan-toran ia
mengaku baru tiba dari Kalimantan. Sesudah itu ia punya agenda di dua tempat
sampai malam.
Karena waktu yang terbatas wawancara itu urung dilangsungkan.
Karena esok siangnya ia berceramah di Universitas Trisakti untuk selanjutnya
terbang ke Palembang, Sahid mewawancarainya pagi hari selama waktu menunggu
jemputan dan dalam perjalanan menuju lokasi seminar. Itu pun masih sering
disela oleh telepon, antara lain dari daerah yang memintanya datang yakni
Pekalongan dan Padang.
Apa yang biasanya Anda lakukan
di berbagai tempat itu?
Kita memberikan informasi sekitar cara-cara pemurtadan dan kita
dorong mereka memperdalam pemahaman keislaman. Jangan sampai nanti kawan
dibilang lawan dan lawan dibilang kawan, karena memang gerakan mereka ibarat
musang berbulu ayam, lihai dan licik.
Misalnya sekarang di Meruya Ilir (Jakarta) mereka mendirikan
Sekolah Tinggi Theologia Kalimatullah, yang semua mahasiswanya memakai kopiah
dan mahasiswinya memakai jilbab. SKS Islamologinya yang dulu hanya 20 SKS
sekarang menjadi 40 SKS. Semester dua saja mereka sudah dilatih berdiskusi
dengan para ustadz. Sedang mahasiswa IAIN saja tidak dipersiapkan untuk
menghadapi para pendeta. Ada juga yang mengaku-ngaku anak kiai, mantan ustadz
dan lain-lain.
Mereka menggunakan cara-cara
itu untuk mencari legitimasi?
Semacam itu. Tidak jarang yang mengaku pernah jadi aktivis
Muhammadiyah. Bahkan di rumah sakit pun mereka beraksi. Pasien yang tidak
berdaya disuruh beriman kepada Yesus agar sembuh. Padahal kalau mau jujur, saya
mempunyai tetangga Katolik yang mengeluh karena habis biaya untuk berobat strok
tapi tidak juga sembuh, terus saya balikkan saja, katanya Tuhan Anda bisa
menyembuhkan. Jadi semua akal-akalan orang Kristen untuk menjerat orang Islam.
Kalau sudah menjadi Kristen ya akhirnya diterlantarkan.
Seberapa sering Anda menangani
kasus-kasus pemurtadan?
Banyak sekali. Yang paling sering biasanya kasus pemuda Kristen
memacari dan menghamili pemudi Muslimah. Ada juga kasus nikah beda agama yang
belakangan menim-bulkan masalah besar.
Apa hikmah terbesar menjadi
seorang Kristolog?
Di sini saya bisa menguji kemampuan lewat berdebat dengan mereka,
kalau ada yang kurang saya pelajari terus. Di samping itu memudahkan saya
berda’wah kepada mereka, karena Islam ini juga wajib dida’wahkan kepada mereka.
Lihat saja surah Ali-Imron ayat 71. Sementara perintah bagi mereka untuk
berdakwah kepada orang Islam itu batal karena dalilnya di Matius pasal 28 ayat
16 dibuat setelah Yesus mati.
Karenanya, kalau Anda didatangi misionaris Kristen, jangan diusir.
Da’wahi mereka.
Tapi kan tidak semua orang
punya bekal?
Makanya para aktivis da’wah harus menyiapkan bekal itu. Tim FAKTA
insya Allah siap membantu. Dimana saja, sampai ke Irian sekalipun, kami siap
memberikan bekal.
FAKTA didirikan 1998 dengan
latar belakang belum banyaknya lembaga yang secara khusus menangani persoalan
Kristenisasi. Dengan fasilitas yang sangat terbatas 7 dari 20 relawan
(diantaranya bekas pendeta) yang aktif hingga kini masih rutin melakukan
berbagai kegiatan antisipasi pemurtadan antara lain dengan menerbitkan buletin,
membuka ruang konsultasi akidah di sebuah majalah Islam, memberikan seminar,
ceramah dan pelatihan Kristologi di berbagai kota, dan belakangan di
kampus-kampus. Melalui lembaga inilah Abud membangun jaringan anti pemurtadan
secara nasional. Sayangnya, untuk kebutuhan operasional FAKTA masih
mengandalkan kocek para relawannya sendiri.
Apa saja langkah yang harus
diambil jika sebuah masyarakat berhadapan dengan kristenisasi?
Kristenisasi ini bervariasi. Kalau mereka mengadakan santunan
sosial, pembagian sembako atau lainnya, maka umat Islam harus melakukan hal
yang sama sebagai counternya. Kalau mereka menyerang lewat buku kita juga
mempersiapkan buku dan tulisan-tulisan, sekaligus menyerang balik kepada
mereka. Tapi kalau kasusnya hipnotis maka kita harus laporkan kepada pihak yang
berwajib dan melakukan upaya advokasi bertemu dengan upaya hukum. Aparat juga
harus peka. Kalau tak ada langkah hukum masyarakat bisa kehilangan kesabaran.
Kepada para misionaris, langkah pertama, tolak mereka dengan cara
yang baik, karena Islam tidak mengajarkan cara kekerasan jika kita tidak
diperlakukan keras. Konkritnya kalau menemukan sudah ada bukti-bukti itu, ambil
bukti-bukti itu kemudian serahkan kepada ulama setempat dan beritahukan kepada
aparat, lantas jelaskan kepada mereka ini melanggar kode etik penyebaran agama.
Kalau mereka berbuat zhalim baru kita lakukan hal yang sama tapi tidak boleh
berlebihan. Ummat Islam jangan menjadi ummat yang bodoh karena Islam bukan
agama yang sempit. Kepada ummat Kristen yang tidak menggangu jangan diganggu
pula mereka.
Tindakan ummat Islam selama ini
cenderung reaktif terhadap isu-isu kristenisasi, misalnya seperti yang terjadi
di Doulos. Bagaimana menurut Anda?
Jangan salah tafsir. Ummat Islam tidak pernah mengadakan aksi.
Mereka hanya bereaksi. Karena aksi-aksi Kristen melanggar kode etik maka ummat
Islam bereaksi.
Mungkin, karena begitu
concernnya terhadap bidang Kristologi, dosen Institut Agama Islam Al-Ghuraba
ini, sampai menamakan anak keduanya dengan seorang tokoh Kristologi terkemuka
dari Afrika, Ahmad Deedat. “Saya memang mengaguminya dan ingin agar dia menjadi
ulama seperti Ahmad Deedat,” jelas Kristolog yang mengaku memiliki kemiripan
jalan hidup dengan Ahmad Deedat itu. Itulah sebabnya di kalangan
teman-temannya, serta belakangan di kalangan media dan umat, anak ketujuh dari
13 bersaudara pasangan Mahfudz dan Hanafiyah itu lebih sering dikenal sebagai
Abu Deedat. Padahal nama aslinya adalah Shihabuddin.
Mengapa Anda tertarik dan tekun
menekuni Kristologi?
Saya terjun di dunia Kristologi tahun 1982, ketika bekerja di
sebuah perusahaan swasta. Di perusahaan itu kebetulan direkturnya seorang
pendeta. Begitu pula para pimpinan lainnya yang memegang posisi penting rata-rata
adalah aktivis gereja. Salah satu dari mereka, yakni kepala bagian keuangan
berusaha menginjili (‘mendakwahkan’ injil) para karyawan Muslim melalui
berbagai tulisan dan diktat tentang potongan-potongan ayat Qur’an yang terkesan
seperti mendukung agama mereka.
Saya penasaran. Maka saya datangi orang itu. Ketika saya tanya,
katanya tulisan-tulisan itu disusun oleh orang yang sudah berpuluh-puluh kali
naik haji. Saya pun terlibat diskusi kecil-kecilan dengan mereka.
Apa bekal Anda waktu itu?
Bekal saya waktu itu Injil pemberian seorang Kristen Manado yang
saya pelajari. Kebetulan juga saya lulusan Fakultas Ushuluddin, jurusan
Penyiaran Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sana ada mata kuliah
khusus tentang Kristologi. Dengan modal itu saya terus menggeluti dunia
Kristologi secara otodidak, selain mengikuti kursus-kursus Kristologi secara
tertulis. Misalnya di Pelita Hidup tahun 1986 dengan menggunakan nama samaran.
Alhamdulillah dari situ saya banyak mendapatkan dokumen penting yang berguna
untuk antisipasi gerakan mereka.
Ia dibesarkan di pesantren NU
sampai SMP di Tasikmalaya, Jawa Barat. Orang tuanya juga berlatar belakang NU.
Karena banyak berinteraksi dengan aktivis Persis, ayahnya lalu banyak mendorong
untuk berdakwah. Berbagai diskusi dan kegiatan PII ditekuninya.
Di rumahnya Abud sering
meladeni permintaan debat dari para pendeta dan aktivis gereja. Hal yang sama
juga dilakukan di berbagai tempat. Dan itu sudah berlangsung ratusan kali. Dari
kalangan Budha dan Aliran Kepercayaan ada juga yang pernah menjadi lawan debat
Abud. Menurut Abud, banyak di antara mereka yang menyerah tapi tidak mau
mengakui kesalahannya. Kalau pun ada yang mengaku salah, mereka khawatir kalau
masuk Islam akan miskin. Tidak sedikit juga yang mendapat hidayah.
Buku apa saja yang Anda jadikan
pegangan untuk mendebat mereka?
Ketika masih SMU di kampung, saya sudah memiliki referensi
buku-buku Islam, kurang lebih 500 judul. Yang pertama saya pelajari adalah
dialog Islam-Kristen berjudul “Bibel lawan Bibel” karangan A Hassan dan
buku-buku Pak Abdullah Wasian tentang Kristologi.
Bagaimana Anda mendidik anak
Anda, Deedat, supata kelak jadi seperti Ahmad Deedat?
Saya sekarang sedang berusaha menyiapkannya menjadi aktivis
da’wah. Ketika saya menangani kasus pemurtadan di rumah, saya sengaja
menyuruhnya untuk melihat.
Bagaimana mengatur kesibukan
da’wah dengan keluarga?
Saya mencoba bagaimana kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi,
karenanya saya juga berwiraswasta. Istri saya banyak sekali membantu dan
mendorong saya ketika menangani kasus-kasus pemurtadan terutama terhadap
Muslimah. Jadi antara saya dan istri sejalan. Dia juga tahu tugas saya,
sehingga untuk anak-anak kita beri penjelasan kepada mereka.
Anda pernah mengalami teror?
Iya, sebatas teror telepon dan surat kaleng biasa. Istri saya juga
pernah diancam melalui telepon. Berjuang harus ada tantangan dan itulah risiko.
Peristiwa apa yang paling
berkesan bagi Anda?
Yang tidak pernah bisa saya lupakan adalah ketika saya mengobati
anaknya kiai, di mana seumur hidup baru kali itu saya menceramahi kiai secara
langsung. Anaknya kuliah di salah satu perguruan tinggi di Semarang, dibawa
kabur oleh anak pendeta kemudian di-Kristenkan, bahkan sudah dihamili. Akhirnya
pak kiai ini mendatangi saya dan minta tolong kepada saya untuk menangani kasus
ini. Alhamdulillah, saya pun dapat melakukan penyadaran kepada anak tersebut
dan kepada kiai itu sekaligus yang merasa terpukul dengan keadaan anaknya.
Kesan lain, ketika saya menghadapi kasus-kasus Muslimah yang termurtadkan. Ini
sering membuat saya sedih.
Apakah perhatian yang mendalam
itu tidak membuat Anda emosional?
Saya sangat prihatin sekali, karena lembaga yang lain masih sangat
minim perhatiannya terhadap masalah seperti ini. Inilah kelemahan di kalangan
kita. Kalau kejadian seperti ini belum menimpa keluarga kita sendiri, hal itu
dianggap biasa saja. Kalau sudah tertimpa musibah baru merasa.
(Wawancara bersama Abu Deedat
oleh Deka Kurniawan)
Sepucuk surat tergeletak di
meja redaksi kami, Maret lalu. Surat itu dari seberang pulau, Kalimantan Timur.
Nama pengirimnya singkat saja, Dewi. Tetapi persoalan yang diadukan tak
sesingkat namanya. Coba simak isi surat itu:
“Saya seorang ibu 29 tahun dan suami 31 tahun. Kami telah
dikaruniai dua anak. Yang pertama pria (6), dan kedua putri (2). Kami menikah 7
tahun yang lalu, dia adalah teman sekampus saya. Saat pertama mengenalnya, saya
benar-benar benci. Maklum, saya lahir dari keluarga Muslim yang taat, sementara
dia pemeluk Protestan. Tapi entahlah, mungkin karena dia tak pernah putus asa,
saya kemudian menerimanya menjadi pacar. Saya benar-benar semakin sayang
setelah dia kemudian menerima menikah dalam Islam. Saya benar-benar bahagia
sekali.” Tetapi setelah datangnya anak pertama lalu disusul anak kedua, banyak
perubahan yang terjadi pada suami saya. Tiba-tiba dia jarang shalat dan sering
keluar tanpa pamit. Belakangan saya tahu ternyata dia tidak benar-benar
meninggalkan agamanya. Bahkan, sejak anak kedua kami lahir, secara
terang-terangan dia pernah mengatakan kepada saya. `Saya masih seperti dulu,
jadi jangan harap ada perubahan.'” “Mendengar kata-katanya, saya hampir tidak
percaya. Suami saya yang tadinya pendiam itu tiba-tiba seperti itu. Yang
membuat saya benar-benar takut dan sedih, hari-hari ini, dia sering memaksa
saya mengikuti jejaknya untuk datang di kebaktian.’
Kisah memilukan itu tidak cuma
dialami Dewi, tapi juga seorang ibu asal Palu yang datang ke kantor Suara
Hidayatullah (Sahid) Surabaya, Juli lalu. Wanita berperawakan sedang ini datang
bersama suaminya dengan wajah sembab. Kepada Sahid, ia menceritakan musibah
yang menimpa keluarganya. Singkat cerita, sang adik diketahui hamil di luar
nikah sesaat sebelum menyelesaikan gelar sarjananya. Yang membuat musibah itu
terasa amat berat, pacar sang adik itu ternyata pemuda beragama lain. “Adik
saya dihamili oleh pemuda Kristen,” ucapnya sembari menyeka linangan air
matanya. Padahal, sang adik dikenal sebagai wanita pendiam dan jarang keluar
rumah. Selain itu, selama ini, dia dibesarkan dan dididik dalam lingkungan
keluarga Muslim yang sangat taat. Peristiwa memalukan itu memang kemudian bisa
dicarikan solusinya. Singkatnya, sang adik akhirnya menikah dengan pacarnya
pemuda Kristen dalam upacara Islam. Setelah itu, keduanya pindah kota yang jauh
dari keluarga, di Palu. Hanya saja, kepergiannya masih tetap menyisakan luka
yang mendalam bagi pihak keluarga. Terutama setelah diketahui bila sang adik
telah ikut sang suami menjadi aktifis gereja bersama semua anaknya.
Kisah cinta seperti Dewi dan
adik si ibu tadi bukan hal baru di negeri ini. Banyak pemuda dan pemudi pernah
mengalami hal serupa. Memiliki teman dekat atau calon suami yang berbeda agama.
Ujung-ujungnya, dalam banyak kasus, hubungan keduanya kemudian terhambat karena
adanya perbedaan agama. Bagi yang taat pada agama, mereka memutuskan untuk
berpisah. Sebagian lagi memilih kompromi, yakni memilih mengikuti salah satu
dari agama yang dianut pasangannya. Pada pilihan yang terakhir inilah yang
perlu diwaspadai, utamanya para gadis muslimah.
Kejahatan kristenisasi itu,
kini dilengkapi dengan kenyataan kristenisasi yang sangat menghina umat Islam,
yaitu memperkosa muslimah murid Madrasah Aliyah di Padang yang selanjutnya
dimurtadkan. Khairiyah Enisnawati alias Wawah (17 thn) pelajar Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) 2 Gunung Pangilun, Padang, Sumatera Barat adalah salah satu dari
500 orang Minang yang dimurtadkan. Gadis berjilbab itu diculik, diperkosa dan
dipaksa keluar dari agamanya lewat misi rahasia yang dijalankan sekelompok
orang Kristen, di rumah Salmon seorang Jemaat Gereja Protestan di Jl. Bagindo
Aziz Chan, Padang tempat memaksa Wawah untuk membuka jilbab dan masuk Kristen.
Gereja itu dipimpin Pendeta Willy, sedang Salmon adalah jemaat yang juga
karyawan PDAM Padang. (Dialog Jumat, 6 Agustus 1999).
Tentu saja saya punya data
mengenai itu, kan tinggal kontak FAKTA. untuk pemanasan nich ada data
hamilisasi yang pernah terjadi di Tambun – dan Kranji Bekasi!!
Banyak muslimah telah jadi
korban pemurtadan. Hanya orang-orang yang tinggal di selatan Pasar Tambun yang
mengenal H Kacep. Mungkin sebab itu, kasus kematian mubaligh kondang untuk
ukuran kampungnya yang sungguh mengenaskan, sama sekali luput dari pemberitaan
media massa. Kejadiannya sekitar setahun yang lalu. Berawal dari pertemuan
puterinya dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut. Kian hari kian akrab.
Gadis muslimah itu kian sering dijumpai berduaan dengan sang pemuda. Sang ayah,
H. Kacep, suatu waktu memanggil keduanya. Mubaligh itu bagaimana pun tahu bahwa
berpacaran adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. “Wa la taqrabuu zina,
demikian peringatan Allah SWT dalam al-Qur’an.” Karena hubungan antara
puterinya dengan sang pemuda sudah terlihat begitu erat dan berjalan sudah
relatif lama, maka sebagai seorang ayah yang bertanggungjawab, H. Kacep berniat
untuk meresmikan hubungan kedua insan itu ke dalam jenjang pernikahan.
Secara bijak H. Kacep
mengutarakan keinginannya pada sang pemuda. Puterinya menyimak baik-baik apa
yang dikatakan ayahnya itu. Hatinya berbunga-bunga. Yakin bahwa sang pemuda
pujaan tidak akan keberatan dengan maksud ayahnya. Setelah mendengar penuturan
H. Kacep, sang pemuda dengan enteng menjawab, “Ya, saya mau saja menikahi anak
bapak. Asalkan pernikahannya dilakukan di gereja!”
Bagai disamber geledek di siang
bolong. Bapak dan anak puterinya terkaget-kaget dibuatnya. Sama sekali tidak
pernah terlintas di pikirannya bahwa pemuda yang selama ini dekat dengannya
ternyata seorang non-Muslim. Padahal dulunya ia pernah bilang bahwa dirinya
juga Islam. Dari hari ke hari gadis muslimah tersebut mengurung diri di
kamarnya. Hingga suatu hari sosok remaja tersebut ditemukan terbujur kaku
dengan mulut berbusa. Sekaleng racun serangga ditemukan tergolek di sampingnya.
Besar kemungkinan, sesuatu yang berharga telah dipersembahkan gadis tersebut
pada sang pemuda hingga ia memilih mati ketimbang menanggung malu. Kematian
puteri tercintanya membuat H. Kacep menangung kesedihan yang amat sangat. Belum
lagi kasak-kusuk tetangganya yang kerap terdengar tidak sedap. Akhirnya H.
Kacep jatuh sakit. Dua bulan kemudian, sang ayah menyusul puteri tercintanya ke
alam baka. Pesantren yang dikelolanya pun bubar.
Di daerah Kranji, masih Bekasi,
beberapa tahun lalu juga terjadi kasus yang mirip. Seorang Muslimah berteman
akrab dengan seorang pemuda. Dari pertemanan tersebut, si gadis pun hamil. Sang
ayah yang tahu sedikit banyak tentang Islam pun marah besar. Segera
dipanggilnya sang pemuda untuk dimintai pertanggungjawabannya. Juga dengan
enteng, si pemuda menjawab, “Saya mau nikah dengan anak bapak, asal dilakukan
di gereja!” Ayah beranak itu kaget mendengarnya. Sama sekali mereka tak
menyangka siapa gerangan pemuda itu. Tapi sikap dan pendirian sang ayah cukup
tegas: ketimbang anaknya murtad, lebih baik menolak mentah-mentah syarat sang
pemuda Kristen tersebut. Janin yang dikandung anaknya dibiarkan lahir tanpa
ayah. “Kini anaknya dirawat oleh orangtua si gadis”, ujar Drs. Abu Deedat
Syihabuddin, MH, Sekjen FAKTA(Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan) Jakarta.
Kristenisasi melalui jalur
pemerkosaan gadis-gadis muslimah. Khairiyah Anniswah alias Wawah, siswi MAN
Padang, setelah diculik dan dijebak oleh aktivis Kristen, diberi minuman
perangsang lalu diperkosa. Setelah tidak berdaya, dia dibaptis dan
dikristenkan. Kasus serupa menimpa Linda, siswi SPK Aisyah Padang. Setelah diculik
dan disekap oleh komplotan aktivis Kristen, dia diperlakukan secara tidak
manusiawi dengan teror kejiwaan supaya murtad ke Kristen dan menyembah Yesus
Kristus.
Di Bekasi, modus pemerkosaan
dilakukan lebih jahat lagi. Seorang pemuda Kristen berpura-pura masuk Islam
lalu menikahi seorang gadis muslimah yang salehah. Setelah menikah, mereka
mengadakan hubungan suami isteri. Adegan ranjang yang telah direncanakan, itu
foto oleh kawan pemuda Kristen tersebut. Setelah foto dicetak, kepada muslimah
tersebut disodorkan dua pilihan: “Tetap Islam atau Pindah ke Kristen?”. Kalau
tidak pindah ke Kristen, maka foto-foto talanjang muslimah tersebut akan
disebarluaskan. Karena tidak kuat mental, maka dengan hati berontak muslimah
tersebut dibaptis dongan sangat-sangat terpaksa sekali, untuk menghindari
aib. Di Cipayung Jakarta Tirnur, seorang gadis muslimah yang taat dan
shalehah terpaksa kabur dari rumahnya. Masuk Kristen mengikuti pemuda gereja
yang berhasil menjebaknya dengan tindakan pemerkosaan dan obat-obat terlarang.
Sumber : Al-Dakwah
0 comments:
Post a Comment